2. Komponen Utama Konseptualisasi Kasus
Konseptualisasi Kasus

2. Komponen Utama Konseptualisasi Kasus

15 Dec 2025


Cover

Konseptualisasi kasus merupakan fondasi utama dalam praktik konseling dan psikoterapi yang efektif. Proses ini tidak dilakukan berdasarkan dugaan semata, melainkan melalui langkah-langkah sistematis untuk memahami konseli secara menyeluruh. Melalui konseptualisasi kasus, konselor dapat mengintegrasikan informasi asesmen, menjelaskan dinamika permasalahan konseli, serta merancang intervensi yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks konseli.

Sperry dan Sperry (2020) menjelaskan bahwa konseptualisasi kasus terdiri atas empat komponen utama. Setiap komponen memiliki fungsi spesifik dan menjawab pertanyaan yang berbeda mengenai kondisi konseli. Keempat komponen tersebut saling berkaitan dan membentuk kerangka berpikir komprehensif dalam memahami serta menangani permasalahan konseli.

1. Diagnostic Formulation (Formulasi Diagnostik)

Komponen ini memberikan deskripsi terperinci mengenai situasi konseli saat ini. Formulasi Diagnostik mengidentifikasi dan mendeskripsikan gejala, tingkat keparahan, dan durasi masalah. Komponen ini mencakup identifikasi:

  • Faktor yang mempertahankan (perpetuating factors) masalah.
  • Faktor pemicu (triggering factors) munculnya masalah.
  • Masalah kepribadian yang mungkin relevan, dan, bisa mengacu pada diagnosis dengan DSM, atau dengan pandangan teori-teori konseling tentang perilaku maladaptive.

Pertanyaan kunci dalam formulasi diagnostik adalah: “Apa yang sedang terjadi pada konseli?

Contoh: Seorang konseli mengalami kecemasan sejak kehilangan pekerjaan, ditandai dengan kesulitan tidur dan perasaan tidak berharga. Berdasarkan gambaran tersebut, konseli dapat memenuhi kriteria gangguan kecemasan umum.

2. Clinical Formulation (Formulasi Klinis)

Bagian ini merupakan inti dari konseptualisasi kasus karena menjembatani antara formulais diagnostik dan formulais perawatan. Formulasi Klinis menyediakan penjelasan teoretis mengenai pola psikologis dan perilaku konseli. Konselor menjelaskan bagaimana keyakinan inti (core beliefs), skema kognitif, dinamika interpersonal, atau pola alam bawah sadar mendasari dan membentuk masalah yang muncul.

Pertanyaan kunci dalam formulasi klinis adalah: “Mengapa permasalahan tersebut terjadi dan dipertahankan?

Contoh (Berbasis CBT): Konseli dibesarkan dalam lingkungan yang sangat perfeksionis, yang membentuk keyakinan inti bahwa gagal sama dengan tidak berharga. Peristiwa kehilangan pekerjaan mengaktifkan skema kognitif ini, yang kemudian memperkuat kecemasan dan kekhawatiran konseli terhadap masa depan serta tuntutan diri yang berlebihan.

3. Cultural Formulation (Formulasi Kultural)

Komponen ini memberikan analisis mendalam tentang faktor sosial dan budaya yang memengaruhi pengalaman, ekspresi, dan respons konseli terhadap masalah. Formulasi kultural sangat penting untuk menyesuaikan pendekatan terapi agar sensitif budaya. Hal yang dianalisis meliputi:

  • Identitas budaya konseli.
  • Nilai dan norma sosial konseli.
  • Pengalaman akulturasi konseli (jika ada).
  • Model penjelasan mengenai masalah menurut pandangan budaya konseli.
  • Interaksi antara faktor budaya dan dinamika kepribadian konseli.

Pertanyaan kunci dalam formulasi budaya adalah: “Mengapa permasalahan tersebut terjadi dan dipertahankan?

Contoh: Konseli berasal dari budaya yang sangat menjunjung tinggi tanggung jawab untuk menafkahi keluarga. Kegagalannya mempertahankan pekerjaan, walaupun sudah berusaha keras, memicu rasa gagal, malu, dan bersalah yang intens.

4. Treatment Formulation (Formulasi Perencanaan Intervensi)

Komponen akhir ini menyajikan gambaran eksplisit dan terperinci mengenai arah dan strategi perubahan yang akan ditempuh dalam proses konseling. Formulasi Perawatan adalah hasil integrasi logis dari formulais diagnostik, klinis, dan kultural, serta menjawab pertanyaan mengenai bagaiamana konseli dapat mencapai perubahan yang diharapkan. Konselor merumuskan:

  • Tujuan konseling.
  • Fokus utama intervensi dan pendekatan teoritis yang dipilih (misalnya, CBT, Psikodinamika, Client-Centered).
  • Strategi dan teknik spesifik yang akan digunakan.
  • Perkiraan hambatan dan tantangan yang mungkin dihadapi dalam mencapai tujuan konseling.

Pertanyaan kunci dalam formulasi perencanaan intervensi adalah: “Bagaimana konseli dapat berubah?

Contoh: Konselor akan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy (CBT), dengan restrukturisasi kognitif dan behavioral activation, untuk membantu konseli mengembangkan keyakinan yang lebih adaptif serta mengurangi rasa bersalah dan kecemasan.

Keterkaitan Antar Komponen Konseptualisasi Kasus 

Keempat komponen ini saling berkaitan erat dan menyusun kerangka berpikir komprehensif. Formulasi Klinis adalah inti yang menjembatani antara diagnosis dan rencana intervensi. Formulasi Kultural sangat krusial dan tidak boleh terabaikan, karena memastikan pendekatan terapi selaras dengan nilai dan keyakinan konseli. Konseptualisasi kasus yang komprehensif memungkinkan konselor untuk memahami konseli secara utuh, merancang intervensi yang relevan, serta meningkatkan efektivitas dan sensitivitas budaya dalam praktik konseling profesional.


Materi selanjutnya klik di sini



Referensi:

Sperry, L., & Sperry, J. (2012). Case conceptualization: Mastering this competency with ease and confidence. Routledge.

Sperry, L., & Sperry, J. (2020). Case conceptualization: Mastering this competency with ease and confidence (2nd ed.). Routledge.


Tinggalkan Komentar